Selasa, 03 September 2019

Wayangku Panutanku



Judul Buku            : Wayang Sebagai Sumber Pendidikan Budi Pekerti
Penulis                    : Jatirahayu, Warih, Hj
                              Notopertomo. Margono, H
Penerbit                 : Sahabat 
Tempat terbit    : Klaten
Tahun terbit          : 2004
Tebal                      : 87 halaman

Sinopsis 
Wayang Sebagai Sumber Pendidikan Budi Pekerti adalah buku yang memuat tentang budi pekerti yang dimiliki oleh tokoh wayang kulit. pada buku ini menceritakan tentang budi pekerti para wayang mulai dari golongan satriya, raja, resi, dewa, putri, abdi, dan raksasa. Budi pekerti yang dibahas adalah tentang sifat yang baik dan patut dicontoh dari tokoh tersebut atau sifat yang jelek dan patut dihindari.
Pada bab I buku ini membahas tentang budi pekerti para satriya diantaranya Bima, Arjuna, Dursasana, Nakula Sadewa, Antareja, Gatut Kaca, Antasena, Abimanyu, Wisanggeni, Irawan, Sumatri, dan Wibisana.
Pada bab II buku ini membahas budi pekerti para raja diantaranya ada Arjuna Sasrabahu, Rama Wijaya, Dasamuka, Destarata, Pandu Dewanata, Subali-Sugriwa, Barata, Baladewa, Duryudana, Kresna, Karna, serta Yudhistira.
Pada bab III para resi-lah yang menjadi bahasannya. Para resi ituadalah Anoman, Bisma, dan Durna.
bab bab selanjutnya membahas budi pekerti para putri, abdi, dan juga raksasa.

Kelebihan buku:
bahasa mudah dipahami dan dimengerti, berisi budi pekerti yang patut atau tidak untuk dicontoh, pesan penulis kepada pembaca jadi mudah tersampaikan karena adanya penyusunan bagian buku yang baik.

Kelemahan buku:
kurangnya gambar membuat buku ini jadi terasa membosankan serta kurang berwarna.

sources :
https://uny.ac.id

Sabtu, 14 Oktober 2017

Yügurė

Ketika kilaumu tak seindah dulu
Dan sinarmu tak hangat lagi
Nampak pelangi diujung waktu
Samar samar bak disapu gemericik api
Dibatas malam dan sebuah jingga kemilau
Rasaku enggan untuk bertepi
Masih terbesit sebuah bayangmu
Berpeluk luka kini aku sendiri
Kepada siapa lagi aku mengadu?
Jika sang kilaupun kini tak memihakku lagi
Desiran angin yang enggan membawa rindu
Dan yang tersisa hanyalah luka sanubari
Diujung yügurė ku masih terpaku
Terdiam termenung seorang diri
Diujung sang waktu aku menunggu
Mungkinkah tentangmu lagi?
Ah tidak, kurasa aku telah melupakanmu
Karena ku tahu kau berlaku hal yang sama padaku (lagi)


Kamis, 28 September 2017

Kau

Taukah kau apa yang kurasakan saat ini?
Taukah kau rasanya jadi diriku sekali saja?
Taukah kau rasanya sakit, sesak saat melihatmu?
Kau yang acuh padaku
Kau yang dingin dan tak peduli lagi padaku
Rasa sakit saat melihatmu tertawa dengan yang lain
Tanpa penjelasan kau bersikap seperti ini
Sakit rasanya ketika tiba tiba posisiku tergantikan
Mengapa kau datang memberiku harapan?
Jika pada akhirnya kau juga pergi dengan sejuta harapku
Kau tau, perpisahan tanpa kata kata itu menyakitkan
Anganku hilang karenamu
Mengapa kau dulu memberiku harapan?
Begitu tidak pentingkah diriku untukmu?
Rasanya amat menyakitkan
Diammu, dinginmu menyiksaku perlahan
Aku merindukanmu

Sabtu, 23 September 2017

Aksaraku

Kemana kau jutaan rasa?
Pengisi hati berteman derita
Aku beku tanpa untaian kata
Menyisakan secercah aksara
Goresan penaku bagimu biasa
Takkan pernah ada artinya
Sebatas tinta yang sia sia
Mengukir bait sajak pujangga
Atau bagai kilau di ujung senja
Menampakkan rindu yang tak lagi sama
Bahkan senja tak lagi jingga
Begitu pun kau tak lagi sama
Dan desiran rindu di pelupuk lara
Memaksa jatuh setitik air mata
Hampa batin terasa
Bersama luka yang selalu menganga
Aku terbata mengeja larik kata
Berharap temukan kau yang sama

Jumat, 22 September 2017

Tentangmu

Kau...
Mungkin kau adalah pelangi
Pelangi yang sanggup mewarnai hari
Kau mungkin juga Bintang
Bintang yang selalu hiasi pekat malam
Aku berpikir...
Kenapa juga aku harus mengenalmu?
Kenapa juga aku harus akrab denganmu?
Kenapa juga aku harus nyaman denganmu?
Mungkinkah sebuah takdir?
Atau mungkin sebuah ketidaksengajaan?
Entahlah aku juga tak tau
Kau tau..
Semenjak dekat denganmu aku selalu merindu
Rindu semua tentangmu
Rindu candamu
Bahkan aku rindu senyummu
Ketika senja datang,
Aku selalu menitipkan rinduku padanya
Berharap ketika malam rindu itu sampai padamu
Saat angin berhembus aku juga menitipkan rinduku
Sesaat kemudian angin itu berhembus arahku
Tak mungkin itu balasan rinduku
Kau tak merinduku kan?
Yah aku tau,
Pasti itu bukan rindu mu iya kan?
Mungkin saja itu hanya angin kosong
Atau mungkin aku yang terlalu berharap?
Entahlah biarkan saja aku dengan harapan rinduku

Rinduku

Hening menyapaku
Pekatnya malam memambah sendu
Sajakku berkelana pilu
Mendesirkan bait bait rindu
Aku disini diam terpaku
Terikat oleh semua gundahku
Berpikir tentangmu pun aku ragu
Kau yang selalu buatku merindu
Entah kemana kini ku tak tau
Mungkinkah kau telah melupakanku?
Atau kau sudah punya penggantiku?
Sajak sajakku berubah sendu
Mengalun lembut terasa pilu
Entah kemana lagi sajak rinduku
Sajak yang ku tau hanya untukmu
Namun kini aku kehilangan tempatku
Tempat tuk sekedar melabuhkan secercah rindu
Walaupun aku sangat tau
Kau takkan membalas rinduku